Jumat, 18 Oktober 2013

PERILAKU KONSUMEN----->>>>>BAB VIII



VIII

Mempengaruhi Sikap dan Perilaku


Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Selain itu, sikap atau attitude adalah suatu konsep paling penting dalam psikologi sosial. Pembahasan yang berkaitan dengan psikologi (sosial) hampir selalu menyertakan unsur sikap baik sikap individu maupun sikap kelompok sebagai salah satu bagian pembahasannya.
Banyak kajian dilakukan untuk merumuskan pengertian sikap, prose terbentuknya sikap, maupun proses perubahannya. Banyak pula penelitian telah dilakukan terhadap sikap untuk mengetahui efek dan perannya baik sebagai variabel bebas maupun sikap sebagai variabel tergantung

Kepercayaan konsumen terhadap suatu produk bahwa produk tersebut memiliki atribut adalah akibat dari pengetahuan konsumen. Menurut Mowen dan Minor kepercayaan konsumen adalah pengetahuan konsmen mengenai suatu objek, atributnya, manfaatnya. Pengetahuan tersebut berguna dalam mengkomunikasikan suatu produk dan atributnya kepada konsumen. Sikap menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut tersebut. Berikut adalah beberapa karakteristik sikap antara lain :
  1. Sikap positif, negatif, netral.
  2. Keyakinan sikap. 
  3. Sikap memiliki objek. 
  4. Konsistensi sikap. 
  5. Resistensi sikap.
Empat fungsi sikap yang bisa digunakan oleh pemasar sebagai metode untuk mengubah sikap konsumen terhadap produk dan atributnya menurut Daniel Katz antara lain :
·         Fungsi utilitarian.
·         Fungsi mempertahankan ego. 
·         Fungsi ekspresi nilai. 
·         Fungsi pengetahuan.
Pengukuran sikap yang paling populer digunakan oleh para peneliti konsumen adalah model multi atribut yang terdiri dari tiga model : the attittude toward-object model, the attittude toward-behavior model, dan the theory of reasoned-action model. Model ini menjelaskan bahwa sikap konsumen terhadap suatu objek sangat ditentukan oleh sikap konsumen terhadap atribut-atribut yang dievaluasi. Model ini menekankan tingkat kepentingan yang diberikan kosumen kepada suatu atribut sebuah produk. Model sikap lainnya yang juga sering digunakan adalah model sikap angka ideal. Model ini memberikan informasi mengenai sikap konsumen terhadap merek suatu produk sekaligus memberikan informasi mengenai merek ideal yang dirasa suatu produk. Perbedaannya dengan model multi atribut adalah terletak pada pengukuran sikap menurut konsumen.

Komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :
·         Kognitif (cognitive) : Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu
·         Afektif (affective) : Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
·         Konatif (conative) : Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi.
Sikap memiliki beberapa karakteristik, antara lain: arah, intensitas, keluasan, konsistensi dan spontanitas (Assael, 1984 dan Hawkins dkk, 1986). 
·         Karakteristik dan arah menunjukkan bahwa sikap dapat mengarah pada persetujuan atau tidaknya individu, mendukung atau menolak terhadap objek sikap. 
·         Karakteristik intensitas menunjukkan bahwa sikap memiliki derajat kekuatan yang pada setiap individu bisa berbeda tingkatannya. 
·         Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan luas mana kesiapan individu dalam merespon atau menyatakan sikapnya secara spontan.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

Dari Bujukan Hingga Komunikasi

Perilaku Konsumen menurut Schiffman, Kanuk (2004, p. 8) adalah perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam pencarian akan pembelian, penggunaan, pengevaluasian, dan penggantian produk dan jasa yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhan konsumen.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah :

Faktor Sosial :
a.      Group
Sikap dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak grup-grup kecil. Kelompok dimana orang tersebut berada yang mempunyai pengaruh langsung disebut membership group. Membership group terdiri dari dua, meliputi primary groups (keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja) dan secondary groups yang lebih formal dan memiliki interaksi rutin yang sedikit (kelompok keagamaan, perkumpulan profesional dan serikat dagang). (Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp. 203-204).
b.      Family Influence.
Keluarga memberikan pengaruh yang besar dalam perilaku pembelian. Para pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh suami, istri, dan anak dalam pembelian produk dan servis yang berbeda. Anak-anak sebagai contoh, memberikan pengaruh yang besar dalam keputusan yang melibatkan restoran fast food. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.204).


c.       Roles and Status.
Seseorang memiliki beberapa kelompok seperti keluarga, perkumpulan-perkumpulan, organisasi. Sebuah role terdiri dari aktivitas yang diharapkan pada seseorang untuk dilakukan sesuai dengan orang-orang di sekitarnya. Tiap peran membawa sebuah status yang merefleksikan penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat (Kotler, Amstrong, 2006, p.135).

Faktor Personal :

a.      Economic SituationKeadaan ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk, contohnya rolex diposisikan konsumen kelas atas sedangkan timex dimaksudkan untuk konsumen menengah. Situasi ekonomi seseorang amat sangat mempengaruhi pemilihan produk dan keputusan pembelian pada suatu produk tertentu (Kotler, Amstrong, 2006, p.137).
b.      Lifestyle
Pola kehidupan seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, ketertarikan, dan opini orang tersebut. Orang-orang yang datang dari kebudayaan, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin saja mempunyai gaya hidup yang berbeda (Kotler, Amstrong, 2006, p.138)
c.       Personality and Self Concept.
Personality adalah karakteristik unik dari psikologi yang memimpin kepada kestabilan dan respon terus menerus terhadap lingkungan orang itu sendiri, contohnya orang yang percaya diri, dominan, suka bersosialisasi, otonomi, defensif, mudah beradaptasi, agresif (Kotler, Amstrong, 2006, p.140). Tiap orang memiliki gambaran diri yang kompleks, dan perilaku seseorang cenderung konsisten dengan konsep diri tersebut (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.212).
d.      Age and Life Cycle Stage.
Orang-orang merubah barang dan jasa yang dibeli seiring dengan siklus kehidupannya. Rasa makanan, baju-baju, perabot, dan rekreasi seringkali berhubungan dengan umur, membeli juga dibentuk oleh family life cycle. Faktor-faktor penting yang berhubungan dengan umur sering diperhatikan oleh para pelaku pasar. Ini mungkin dikarenakan oleh perbedaan yang besar dalam umur antara orang-orang yang menentukan strategi marketing dan orang-orang yang membeli produk atau servis. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp.205-206)
e.      OccupationPekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibeli. Contohnya, pekerja konstruksi sering membeli makan siang dari catering yang datang ke tempat kerja. Bisnis eksekutif, membeli makan siang dari full service restoran, sedangkan pekerja kantor membawa makan siangnya dari rumah atau membeli dari restoran cepat saji terdekat (Kotler, Bowen,Makens, 2003, p. 207).

Faktor Psychological :

a. Motivation
Kebutuhan yang mendesak untuk mengarahkan seseorang untuk mencari kepuasan dari kebutuhan. Berdasarkan teori Maslow, seseorang dikendalikan oleh suatu kebutuhan pada suatu waktu. Kebutuhan manusia diatur menurut sebuah hierarki, dari yang paling mendesak sampai paling tidak mendesak (kebutuhan psikologikal, keamanan, sosial, harga diri, pengaktualisasian diri). Ketika kebutuhan yang paling mendesak itu sudah terpuaskan, kebutuhan tersebut berhenti menjadi motivator, dan orang tersebut akan kemudian mencoba untuk memuaskan kebutuhan paling penting berikutnya (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.214).

b. Perception
Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengorganisasi, dan menerjemahkan informasi untuk membentuk sebuah gambaran yang berarti dari dunia. Orang dapat membentuk berbagai macam persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.215).

c. Learning
Pembelajaran adalah suatu proses, yang selalu berkembang dan berubah sebagai hasil dari informasi terbaru yang diterima (mungkin didapatkan dari membaca, diskusi, observasi, berpikir) atau dari pengalaman sesungguhnya, baik informasi terbaru yang diterima maupun pengalaman pribadi bertindak sebagai feedback bagi individu dan menyediakan dasar bagi perilaku masa depan dalam situasi yang sama (Schiffman, Kanuk, 2004, p.207).

d. Beliefs and Attitude
.
Beliefs adalah pemikiran deskriptif bahwa seseorang mempercayai sesuatu. Beliefs dapat didasarkan pada pengetahuan asli, opini, dan iman (Kotler, Amstrong, 2006, p.144). Sedangkan attitudes adalah evaluasi, perasaan suka atau tidak suka, dan kecenderungan yang relatif konsisten dari seseorang pada sebuah obyek atau ide (Kotler, Amstrong, 2006, p.145).

Faktor Cultural :

            Nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari seseorang melalui keluarga dan lembaga penting lainnya (Kotler, Amstrong, 2006, p.129). Penentu paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Culture, mengkompromikan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari seseorang secara terus-menerus dalam sebuah lingkungan. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp.201-202).
a.
Subcultur.
Sekelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan persamaan pengalaman hidup dan keadaan, seperti kebangsaan, agama, dan daerah (Kotler, Amstrong, 2006, p.130). Meskipun konsumen pada negara yang berbeda mempunyai suatu kesamaan, nilai, sikap, dan perilakunya seringkali berbeda secara dramatis. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.202).
b. Social Class
.
Pengelompokkan individu berdasarkan kesamaan nilai, minat, dan perilaku. Kelompok sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja misalnya pendapatan, tetapi ditentukan juga oleh pekerjaan, pendidikan, kekayaan, dan lainnya (Kotler, Amstrong, 2006, p.132).

Teknik Modifikasi Perilaku
            Modifikasi perilaku secara umum dapat didefinisikan sebagai hampir segala tindakan yang bertujuan mengubah perilaku. Definisi yang tepat dari modifikasi perilaku adalah usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip proses blajar maupun prinsip-prinsip psikologis hasil eksperimen lain pada perilaku manusia (Bootzin, 1975). Sebagai ilustrasi dari definisi tersebut adalah sebagai berikut:

 Bu Andi orang seorang demawan yang cukup di kenal di kompleks perumahan tersebut. Setiap hari Minggu berbondong-bondong didatangi pengemis ke rumahnya. Pada suatu saat Bu Andi merasakan capai, dan ia berpikir bahwa satu-satunya hari untuk istirahat hanya hari Minggu tersebut. Ia ingin tinggal tenang di rumahnya, tidak cara menghentikan kedatangan para pengemis terebut. Ia mempertanyakan: apakah yang terjadi bila ia menghentikan dermanya? Apakah pengemis tidak akan mengganggunya lagi.

Pada contoh diatas, yang akan diubah oleh Bu Andi adalah perilaku pencari dana yang datang pada setiap hari minggu. Datang setiap hari Minggu adalah hasil belajar. Karena itu dengan menerapkan teori belajar, perilaku tersebut mestinya dapat diubah.
Definisi di atas tampak longgar dibanding dengan definisi yang dikemukakan oleh kelompok behaviorist. Beberapa kelompok behaviorist memberikan definisi modifikasi perilaku sebagai berikut:

Powers & Osbon (1976) memberi batasan modifikasi perilaku sebagai penggunaan secara sistematis teknik kondisioning pada manusia untuk menghasilkan perubahan frekuensi perilaku sosial tertentu atau tindakan mengontrol lingkungan periaku tersebut.
Eysenk dalam Soetarlinah Soekadji (1983) menyatakan bahwa modifikasi perilaku adalah usaha untuk mengubah perilaku dan emosi manusia dengan cara yang menguntungkan berdasarkan hukum-hukum teori modern proses belajar.

Wole (1973) memberi batasan tentang modifikasi perilaku adalah penerapan prinsip-prinsip belajar yang telah teruji secara eksperimental untuk mengubah perilaku yang tidak adaptif, kebiasaan-kebiasaan yang tidak adaptif dilemahkan dan dihilangkan, perilaku adaptif ditimbulkan dan dikukuhkan.

Ketiga definisi tersebut tampak bahwa mereka lebih menekankan pada penerapan teori dan hukum belajar pada modfikasi perilaku. Mereka berpendapat bahwa mengubah perilaku baru disebut modifikasi perilaku bila teknik kondisioning diterapkan secara ketat: tanggapan (respons), konsekuensi (akibat), dan stimulus (perangsang) didefinisikan secara objektif da dicatat secara cermat. Dari contoh-contoh definisi tersebut diatas, tampak adanya dua hal pokok, yaitu (1) adanya penerapan prinsip proses belajar, dan (2) adanya suatu teknik mengubah perilaku berdasar prinsip-prinsip belajar
.

Dalam perkembangannya, modifikasi perilaku berkembang secara pesat mulai tahun enam puluhan. Modifikasi perilaku mulai mempengaruhi praktik-prkatik perlakuan terhadap perilaku pada psikologi yang lain. Sebagai konsekuensinya, modifikasi perilaku tidak lagi begitu ketat, tidak memperlakukan manusia seperti binatang eksperimen dalam laboratorium, tetapi perlakuanya lebih manusiawi. Modifikasi perilaku banyak mengasimilasi praktik-praktik psikologi lain. Sasaran utama tetap mengubah perilaku lahiriah, dalam arti menghilangkan gejala-gejala kelainan, bukan hanya mencapai insight mengenai penyebab perilaku. Telah disadari oleh para pengembangnya, bahwa mengabaikan dasar atau penyebab perilaku adalah tindakan yang tidak masuk akal. Namun insight mengenai dasar dan penyebab itu bukan tujuan utama dalam modifikasi perilaku, tetapi perhatian utama pada perilaku subjek sekarang (here and now), bukan pada saat usul perilaku
.


Menurut Sutarlinah, ada dua dasar pikiran modifiksi perilaku, yaitu perilaku sebagai hasil belajar dan pendekatan simtomatis (Sutarlinah Soekadji, 1983).


Perilaku sebagai hasil proses belajar menyatakan bahwa sebagian besar perilaku tak adaptif atau simtom-simtom kelainan sampai tingkat tertentu diperoleh sebagai hasil proses belajar. Kenyataan ini ternyata tidak menjadi perdebatan, bahwa perilaku seseorang berasal dari dasar (pembawaan) dan ajar (diperoleh dari lingkungan). Modifikasi perilaku memanfaatkan penelitian-penelitian yang cermat mengenai cara-cara lingkungan mempengaruhi perilaku manusia terutama penelitian-penelitian yang menggunakan prinsip proses belajar yang telah teruji. Perilaku tak-adaptif dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip proses belajar. Cara-cara pengubahan disesuaikan dengan perilkau sasaran dan dengan situasi dan kondisi serta interaksi klien dengan lingkungan.
Pendekatan simtomatis dalam modifikasi perilaku berawal dari praktik penelitian terhadap proses belajar yang dilakukan di laboratorium dengan menggunakan subjek coba binatang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanpa asal-usulnya, perilaku subjek dapat diubah. Kesimpulan ini diterapkan pada manusia. Kebanyakan manusia pertama yang dikenai percobaan adalah anak-anak tunagrahita, anak-anak yang mengalami kelainan kepribadian, anak-anak autism. Percobaan ini ternyata berhasil baik, sehingga pendekatan simtomatis dapat dipertahankan
.

Kritik terhadap pendekatan simtomatis dilancarkan dari kelompok terapis psikoanalis. Mereka memperingatkan bahwa menghilangkan simtom tanpa menghilangkan masalah yang mendasari akan menimbulkan simtom pengganti (subsitusi). Keadaan ini memang didak semua benar. Memang kadang-kadang simtom lain menggantikan simtom yang hilang, namun banyaknya kasus masing bersifat kebetulan.

Upaya perbaikan terhadap kritik ini pendekatan simtomatis dalam modifikasi perilaku mulai dilakukan. Modifikasi perilaku mulai menyadari perlunya sumber-sumber kekuatan manusiawi yang dapa dimanfaatkan dalam mengubah perilaku. Sumber-sumber tersebut adalah analisis terhadap asal-usul perilaku sasaran dan penataan lingkungan yang dimanfaatkan secara efektif.

Prinsip-prinsip proses belajar telah dimanfaatkan dalam usaha-usaha mengembangkan teknik-teknik praktis untuk menangani perilaku-perilaku menimpang dan masalah-masalah pribadi. Penerapan ini sering disebut dengan terapi perilaku. Terapi perilaku menyimpang yang sering diubah dengan terapi perilaku tersebut misalnya perilaku agresif, perilaku kejahatan, pobia, kompulsi, obsesi, menghentikan merokok, dan sebagainya. Meskipun modifikasi perilaku lebih luas cakupannya dibandingkan dengan terapi perilaku, namun keduanya tidak dapat terpisahkan
.
Modifikasi perilaku berbeda dengan pengubahan perilaku yang didasarkan pada teknik media-biologis dan psikodinamika. Pengubahan perilaku melalui teknik medik-biologis lebih didasarkan pada efek medik, bukan merupakan penerapan prinsip-prinsip perilaku dalam teori belajar. Misalnya pemberian obat, bedah syaraf, dan electro-convulsive therapy.

Perbedaan khas modifikasi perilaku dengan terapi yang didasarkan psikodinamika adalah bahwa dalam modifikasi perilaku campur tangan terapis bersifat rasional dan predektif, perilaku yang akan diubah dideskripsikan secara jelas, sedangkan dalam psikodinamika tidak jelas, tampak sebagai proses batin. Selain itu, langkah-langkah dalam modifiksi perilaku tampak nyata, sedangkan dalam psikodinamika dibiarkan, misalnya asosiasi bebas dan reflektif.

Sumber :
http://yogifajarpebrian13.wordpress.com/2011/12/22/mempengaruhi-sikap-dan-perilaku/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FAMOUS